Pages

FORZA JUVE !

FORZA JUVE !

Selasa, 11 November 2014

KEADILAN DALAM BISNIS

STUDI KASUS : KEADILAN KONSUMEN TERHADAP KASUS KARTEL PADA 6 PERUSAHAAN SELULAR DI INDONESIA


ABSTRAK

Yunan Wardana, 17211658

Dalam masyarakat acap kali ada anggapan bahwa bisnis tidak mempunyai hubungan dengan etika atau moralitas, Richard De Groge menyebut pandangan ini sebagai “the myth of amoral bussines” (K. Bartens, 2003;376). Berdasarkan pandangan yang keliru ini, pelaku usaha akan menghalalkan berbagai cara untuk memperoleh keuntungan. Salah satu bentuk perilaku bisnis yang hanya mementingkan profit tanpa memperdulikan hak-hak masyarakat sebagai konsumen adalah kasus penetapan harga (price fixing) sms yang dilakukan oleh 6 Operator telepon seluluer di Indonesia.

Ke-6 operator seluler berdasarkan Putusan KPPU telah mendapatkan sanksi denda sejumlah RP. 52 milyar rupiah kepada Negara karena telah terbukti melakukan kartel dalam bentuk perjanjian penetapan harga, tetapi terkait perlindungan konsumen, sampai saat ini, hak konsumen untuk mendapatkan ganti kerugiaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 19 ayat (1),(2),(3) UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan konsumen belum dipenuhi oleh pelaku usaha.



PENDAHULUAN

Tuntutan zaman yang semakin canggih, menyebabkan terjadinya perubahan paradigma dalam masyarakat. Telepon seluler yang semula hanya berfungsi sebagai gaya hidup kini berubah menjadi kebutuhan pokok. Salah satu fasilitas pokok yang melekat pada ponsel adalah short message service (sms). Tingginya permintaan masyarakat terhadap kebutuhan telekomunikasi murah menyebabkan pelaku usaha berlomba-lomba untuk memperoleh keuntungan dengan memanfaatkan animo masyarakat menggunakan layanan sms.

Dalam masyarakat acap kali ada anggapan bahwa bisnis tidak mempunyai hubungan dengan etika atau moralitas, Richard De Groge menyebut pandangan ini sebagai “the myth of amoral bussines” (K. Bartens, 2003;376). Berdasarkan pandangan yang keliru ini, pelaku usaha akan menghalalkan berbagai cara untuk memperoleh keuntungan. Salah satu bentuk perilaku bisnis yang hanya mementingkan profit tanpa memperdulikan hak-hak masyarakat sebagai konsumen adalah kasus penetapan harga (price fixing) sms yang dilakukan oleh 6 Operator telepon seluluer di Indonesia.

Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka masalah pokok yang hendak didiskripsikan adalah:
“Bagaimana bentuk pelanggaran keadilan dalam berbisnis yang dilakukan 6 operator selular di Indonesia, dan bentuk penyelesaiannya terhadap konsumen”

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk pelanggaran terhadap keadilan konsumen yang dilakukan oleh 6 operator selular dan cara penyelesaiannya.



LANDASAN TEORI

Paham Tradisional mengenai Keadilan
  1. Keadilan Legal : Semua orang atau kelompok masyarakat diperlakukan secara sama oleh negara berdasarkan hukum yang berlaku dan  semua pihak dijamin untuk mendapat perlakuan yang sama sesuai dengan hukum yang berlaku.
  2. Keadilan Komutatif : Keadilan ini mengatur hubungan yang adil dan fair antara orang yang satu dan yang lain atau warga negara yang satu dengan warga negara yang lain. Keadilan ini menuntut agar dalam interaksi sosial antara warga yang satu dengan warga yang lain tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya. 
  3. Keadilan Distributif : Atau Keadilan Ekonomi adalah distributif ekonomi  yang merata yang dianggap adil bagi semua warga negara, yang menyangkut pembagian kekayaan ekonomi atau hasil-hasil pembangunan. Keadilan distributif memiliki relevansi dalam dunia bisnis, khususnya dalam perusahaan, setiap karyawan harus digaji sesuai dengan prestasi, tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Pembagian Keadilan
            Prof. Dr. Kees Bertens, MSC (2000:88-92), mengungkapkan beberapa pembagian keadilan, yaitu sebagai berikut 
  1. Pembagian Klasik : Pembagian ini disebut klasik karena mempunyai tradisi yang panjang. Cara membagi keadilan ini terutama ditemukan dalam kalangan thomisme, aliran filsafat yang mengikuti jejak filsuf dan teolog besar, Thomas Aquinas (1225-1274). Tiga macam keadilan ini masing-masing terdiri atas :
    • Keadilan umum (general justice), berdasarkan keadilan ini para anggota masyarakat diwajibkan untuk memberi kepada masyarakat (secara konkret berarti : negara) apa yang menjadi haknya. Keadilan umum ini menyajikan landasan untuk paham common good(kebaikan umum atau kebaikan bersama).
    • Keadilan distributif (distributive justice), berdasarkan keadilan ini negara (secara konkret berarti : pemerintah) harus membagi segalanya dengan cara yang sama kepada para anggota masyarakat.
    • Keadilan komutatif (commutative justice), berdasarkan keadilan ini setiap orang harus memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya. Hal itu berlaku pada taraf individual maupun sosial.
  2. Pembagian Pengarang Modern
    • Keadilan distributif (distributive justice) : dimengerti dengan cara yang sama seperti dalam pembagian klasik tadi. Benefits and burdens, hal-hal yang enak untuk didapat maupun hal-hal yang menuntut pengorbanan, harus dibagi dengan adil.
    • Keadilan retributif (retributif justice) : berkaitan dengan terjadinya kesalahan. Hukuman atau denda yang diberikan kepada orang yang bersalah haruslah bersifat adil.
    • Keadilan kompensatoris (compensatory justice), menyangkut juga kesalahan yang dilakukan, tetapi menurut aspek lain. Berdasarkan keadilan ini orang mempunyai kewajiban moral untuk memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada orang atau instansi yang dirugikan.
  3. Keadilan Individual dan Keadilan Sosial : Bagi kita di negara berideologi pancasila, keadilan sosial tentu mempunyai makna sendiri. Dalam rangka teori keadilan, pengertian keadilan sosial sering dipersoalkan dan diliputi ketidakjelasan cukup besar. Ada yang menganggap keadilan sosial sebagai nama lain untuk keadilan distributif. Filsuf dan ekonom Austria-Amerika, F.A. Von Hayek yang menjadi pemegang hadiah Nobel Ekonomi 1974, menolak istilah keadilan sosial dengan cara sangat keras. Keadilan sosial tidak terlaksana, kalau struktur - struktur masyarakat tidak memungkinkan. Pada kenyataannya masalah keadilan sosial terutama tampak dalam bentuk negatifnya sebagai ketidakadilan sosial. Baru jika struktur-struktur masyarakat tidak menghasilkan keadaan yang adil, dirasakan adanya masalah keadilan sosial.
Konsep Keadilan

Abdulkarim mengungkapkan 3 teori mengenai keadilan yang terdiri atas :
  1. Teori Keadilan Menurut Aristoteles
    • Keadilan komutatif, merupakan perlakuan terhadap seseorang dengan tidak melihat jasa-jasa yang telah diberikannya. Prinsip komutatif menurut Adam Smith
      • Prinsip No Harm, yaitu prinsip tidak merugikan orang lain, khususnya tidak merugikan hak  dan kepentingan orang lain.
      • Prinsip Non – Intervention, yaitu prinsip tidak ikut campur tangan. Prinsip ini menuntut agar demi jaminan dan penghargaan atas hak dan kepentingan setiap orang, tidak seorangpun diperkenankan untuk ikut campur tangan dalam kehidupan dan kegiatan orang lain.
      • Prinsip Keadilan Tukar, atau prinsip pertukaran dagang yang fair, terutama terwujud dan terungkap dalam mekanisme harga pasar.
    • Keadilan distributif, merupakan perlakuan terhadap seseorang sesuai dengan jasa-jasa yang telah diberikannya.
    • Keadilan kodrat alam, merupakan memberi sesuatu sesuai dengan yang diberikan oleh orang lain kepada kita.
    • Keadilan konvensional, merupakan jika seorang warga negara telah menaati segala peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan.
    • Keadilan perbaikan, adalah jika seseorang telah berusaha memulihkan nama baik orang lain yang telah tercemar.
  2. Teori Keadilan Menurut Plato
    • Keadilan moral, adalah suatu perbuatan dapat dikatakan adil secara moral apabila telah mampu memberikan perlakuan yang seimbang (selaras) antara hak dan kewajibannya.
    • Keadilan prosedural, merupakan suatu perbuatan dikatakan adil secara prosedural jika seseorang telah mampu melaksanakan perbuatan adil berdasarkan tata cara yang telah ditetapkan.
  3. Teori Keadilan Menurut Thomas Hobbes : Menurut Thomas Hobbes, suatu perbuatan dikatakan adil apabila telah didasarkan pada perjanjian-perjanjian tertentu. Artinya seseorang yang berbuat berdasarkan perjanjian yang disepakatinya bisa dikatakan adil.
Prinsip-Prinsip Keadilan Distributif Rawls
  1.     .       Prinsip Kebebasan Yang Sama
    Setiap orang hrs mempunyai  hak yang sma atas sistem kebebasan dasar yang sama yang paling luas sesuai dengan sistem kebebasan serupa bagi semua. Keadilan menuntut  agar semua orang diakui, dihargai, dan dijamin haknya atas  kebebasan secara sama. 
  2. Prinsip Perbedaan (Difference Principle) Bahwa ketidaksamaan sosial dan ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga ketidaksamaan tersebut :
    • Menguntungkan mereka yang paling kurang beruntung, dan
    • Sesuai dengan tugas dan kedudukan yang terbuka bagi semua di bawah kondisi persamaan kesempatan yang sama.
Pengertian Kartel

Salah satu bentuk persaingan usaha tidak sehat yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya adalah dengan melakukan kartel. Dalam Black’s Law Dictionary, kartel diterjemahkan sebagai suatu kerjasama dari produsen-produsen produk tertentu yang bertujuan untuk mengawasi produksi, penjualan dan harga, dan untuk melakukan monopoli terhadap komunitas atau industri tertentu (Fuady,1999:63). Sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 11 UU No. 5 tahun 1999, tujuan dari kartel adalah untuk mempengaruhi harga yang dilakukan dengan jalan mengatur produksi dan/atau pemasaran barang dan/ atau jasa tertentu. Salah satu bentuk kartel yang paling nyata dalam kasus ini adalah perjanjian penetapan harga (price fixing).

Larangan terhadap perjanjian penetapan harga (price fixing) diatur dalam Pasal 5  ayat (1) dan (2) UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam ketentuan tersebut diatur bahwa pelaku usaha dilarang untuk mengadakan perjanjian dengan pesaingnya untuk menetapkan harga barang atau jasa yang harus dibayarkan oleh konsumen.

Dampak dari adanya kartel sms adalah kerugian konsumen secara materiil maupun immateriel. Saat ini, peraturan perudang-undangan yang menjadi dasar hukum perlindungan konsumen adalah UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Sebelum disahkanya UU No. 8 Tahun 1999, perlindungan konsumen tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Dalam Ketentuan Umum UU No. 8 Tahun 1999, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.

Dalam ketentuan Pasal 4 disebutkan bahwa hak konsumen adalah :
  1. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
  2. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
  3. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
  4. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
  5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
  6. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
  7. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  8. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
  9. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Dalam ketentuan Pasal 5 UU No. 8 Tahun 1999 juga disebutkan bahwa Kewajiban konsumen adalah:
  1. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
  2. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
  3. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
  4. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Selain mengatur hak dan kewajiban konsumen, UU No. 8 Tahun 1999 juga mengatur tentang hak dan kewajiban pelaku usaha. Dalam Ketentuan Umum dijelaskan bahwa, yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah “setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.

UU No. 8 Tahun 1999 dalam melindungi konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Dalam Penjelasan Umum UU No. 8 Tahun 1999 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan:
  1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
  2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
  3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.
  4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
  5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode study kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan informasi yang didapat melalui sumber-sumber buku yang membahas tentang etika keadilan dalam berbisnis. Data yang diperoleh merupakan data sekuder dimana data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua).


PEMBAHASAN

Penetapan harga yang dilakukan oleh PT. Excelcomindo Pratama,Tbk., PT Telekomunikasi Selular, Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk., PT. Bakrie Telecom, Tbk., PT. Mobile-8 Telecom, Tbk., PT. Smart Telecom, Tbk., telah merugikan masyarakat sebagai konsumen dengan jumlah kerugian mencapai Rp 2.827.700.000.000 (Putusan Perkara Nomor: 26/KPPU-L/2007).

Ke-6 operator seluler berdasarkan Putusan KPPU telah mendapatkan sanksi denda sejumlah RP. 52 milyar rupiah kepada Negara karena telah terbukti melakukan kartel dalam bentuk perjanjian penetapan harga, tetapi terkait perlindungan konsumen, sampai saat ini, hak konsumen untuk mendapatkan ganti kerugiaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 19 ayat (1),(2),(3) UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan konsumen belum dipenuhi oleh pelaku usaha.

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dikaji bagaimanakah keadilan bagi konsumen yang dirugikan pada kartel sms yang dilakukan oleh 6 operator seluler tersebut.

Kajian Tentang Price Fixing

Salah satu fitur layanan yang paling populer bagi konsumen pengguna telpon seluler adalah short message service (sms). Tujuan awal dari fitur sms adalah memberikan kemudahan layanan bagi konsumen untuk berkomunikasi dengan biaya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan layanan panggilan. Pada tahun 2007, masyarakat sebagai konsumen pengguna jasa sms, dikejutkan dengan temuan KPPU yang menduga adanya kecurangan yang dilakukan oleh beberapa operator seluler di Indonesia.

Dalam proses pemeriksaan, terungkap bahwa ternyata ada kesepakatan tertulis yang ditandatangani oleh beberapa operator seluler  mengenai penetapan tarif sms  (price fixing). Dalam dunia usaha memang banyak ditemukan perjanjian-perjanjian dan kegiatan-kegiatan usaha yang mengandung unsur-unsur ketidakadilan terhadap pihak yang ekonomi atau sosialnya lebih lemah dengan dalih pemeliharaan persaingan usaha yang sehat.

Akibat perjanjian penetapan harga yang dilakukan oleh ke-6  Operator seluler tersebut, konsumen mengalami kerugian berupa hilangnya kesempatan untuk memperoleh harga sms yang lebih rendah, konsumen kehilangan kesempatan untuk memperoleh sms yang lebih banyak dengan harga yang sama, serta terbatasnya aternatif pilihan bagi konsumen pada periode 2004 sampai dengan April 2008. Beberapa hak konsumen yang telah dilanggar oleh operator sebagai pelaku usaha sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 adalah :
  1. hak konsumen untuk memilih barang/jasa sesuai dengan nilai tukarnya
  2. hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur
  3. hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur
  4. hak untuk mendapat konspensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan jasa yang diterima tidak sebagaimana mestinya
  5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengeketa perlidungan kosumen secara patut

KESIMPULAN

Terkait kasus kartel sms yang dilakukan oleh 6 operator seluler di Indonesia yang telah merugikan konsumen, terjadi tindakan monopoli (Price Fixing), yang menyebabkan kerugian pada masyarakat. Hal ini telah melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Serta Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.


SARAN

Dalam penyelesaiannya, dalam konteks ini terdapat beberapa cara untuk menyelesaikan sengketa dalam keadilan konsumen, sesuai dengan yang tertuang pada UU No. 8 Tahun 1999 dengan membagi penyelesaian sengketa konsumen menjadi 2 bagian yaitu
  • Penyelesaian sengketa diluar pengadilan
    • Penyelesaian sengketa secara damai oleh para pihak sendiri, konsumen, dan pelaku usaha/produsen
    • Penyesaian sengketa melalui BPSK
  • Penyelesaian sengketa melalui pengadilan


DAFTAR PUSTAKA
  • Abdulkarim, Aim. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas. Grafindo : Media Pratama
  • Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta : Kanisius
  • Monalisa, Noviana. 2011. Keadilan bagi Konsumen pada Kasus Kartel SMS 6 Operator Seluler di Indonesia. Dalam blognya : http://yudicare.wordpress.com/2011/03/17/157/