MORALITAS
KORUPTOR
ABSTRAKSI
Yunan
Wardana. 17211658
Manajemen,
Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma 2014
Kata
kunci : Moralitas, korupsi, koruptor
Didalam
kehidupan sosial, manusia dihadapkan pada norma-norma atau aturan yang berlaku
dimasyarakat. Tidak seenaknya saja melakukan perbuatan yang melanggar norma
atau aturan yang berlaku dimasyarakat. Untuk itu, manusia harus mempunyai apa
yang disebut moral. Moral menekankan manusia untuk bisa mmbedakan mana
perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk. Manusia memang harus
mempunyai moral dalam kehidupan sehari-harinya, bayangkan jika seorang manusia
tidak mempunyai moral. Dia akan dianggap buruk oleh masyarakat. Pada penulisan
kali ini, penulis membicarakan tentang moral seorang koruptor. Koruptor yang
biasa disebut orang yang melakukan tindak pidana korupsi, merupakan salah satu
contoh bagaimana moralitas itu sangat penting. Orang yang tidak mempunyai
moral, tidak akan mudah melakukan hal seperti itu.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Setiap
menjalankan kehidupannya, manusia dihadapkan pada norma-norma atau aturan yang
berlaku dimasyarakat. Tidak seenaknya saja melakukan perbuatan yang melanggar
norma atau aturan yang berlaku dimasyarakat. Untuk itu, manusia harus mempunyai
apa yang disebut moral. Moral menekankan manusia untuk bisa membedakan mana
perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk. Manusia memang harus
mempunyai moral dalam kehidupan sehari-harinya, bayangkan jika seorang manusia
tidak mempunyai moral. Dia akan dianggap buruk oleh masyarakat. Pada penulisan
kali ini, penulis membicarakan tentang moral seorang koruptor. Koruptor yang
biasa disebut orang yang melakukan tindak pidana korupsi, merupakan salah satu
contoh bagaimana moralitas itu sangat penting. Orang yang tidak mempunyai
moral, tidak akan mudah melakukan hal seperti itu. Berdasarkan kajian diatas
penulis mengambil judul yang akan dijelaskan pada penulisan yang berjudul
“Moralitas Koruptor”
1.2 Perumusan
Masalah
Perumusan
masalah dalam penelitian ini :
- Mengapa korupsi bisa terjadi ?
- Mengapa korupsi sulit diberantas ?
- Bagaimana dampaknya bagi kegiatan bisnis ?
- Siapa yang harus bertanggung jawab ?
1.3 Batasan
Masalah
Batasan
masalah penelitian mencakup tentang moralitas dan juga korupsi.
1.4 Tujuan
Penelitian
Tujuan
penelitian kali ini bertujuan untuk :
- Mencari tahu mengapa korupsi bisa terjadi ?
- Mengetahui mengapa korupsi sulit diberantas ?
- Bagaimana dampaknya bagi kegiatan bisnis ?
- Dan siapa yang harus bertanggung jawab ?
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Moralitas
Moralitas
(dari "cara, karakter, perilaku yang tepat" moralitas Latin) adalah
rasa melakukan perilaku yang membedakan niat, keputusan, dan tindakan antara
mereka yang baik (atau kanan) dan buruk (atau salah). Kode moral merupakan sistem
moralitas (misalnya, sesuai dengan filsafat tertentu, agama, budaya, dll) dan
moral adalah setiap praktek satu atau mengajar dalam kode moral. Imoralitas
adalah oposisi aktif untuk moralitas, sementara amoralitas yang beragam
didefinisikan sebagai ketidaksadaran, ketidakpedulian terhadap, atau tidak
percaya dalam setiap set standar moral atau prinsip. Menurut Oxford Dictionary
Inggris, moral kata pertama kali digunakan oleh Paus Gregorius Agung dalam
Moralitas karyanya dalam Kitab Ayub . Etika, di sisi lain, tradisional dibagi
ke sekolah-sekolah Aristoteles, Kant dan utilitarian. Etika kata tidak pertama
kali digunakan sampai sekitar tahun 1400-an. Dengan demikian, kita dapat
mengkategorikan moral sebagai kode perilaku yang berasal dari beberapa sumber wahyu
ilahi, sedangkan etika berasal dari hukum manusia atau sosial atau kustom.
Moralitas
memiliki dua makna utama:
- Dalam "deskriptif" arti, moralitas mengacu pada nilai-nilai pribadi atau budaya, kode etik atau adat-istiadat sosial yang membedakan antara benar dan salah dalam masyarakat manusia. Menggambarkan moralitas dalam cara ini tidak membuat klaim tentang apa yang secara objektif benar atau salah, tetapi hanya mengacu pada apa yang dianggap benar atau salah oleh seorang individu atau sekelompok orang (seperti agama). Rasa istilah ini ditangani oleh etika deskriptif
- Dalam arti yang "normatif", moralitas merujuk langsung ke apa yang benar dan salah, terlepas dari apa yang individu-individu tertentu berpikir. Hal ini dapat didefinisikan sebagai perilaku orang yang ideal "moral" dalam situasi tertentu. Ini penggunaan istilah itu dicirikan oleh "definitif" pernyataan seperti "Orang itu adalah bertanggung jawab secara moral" daripada pernyataan deskriptif seperti "Banyak orang percaya orang yang bertanggung jawab secara moral." Ide-ide dieksplorasi dalam etika normatif. Rasa normatif moralitas sering ditantang oleh nihilisme moral (yang menolak keberadaan dari setiap kebenaran moral)dan didukung oleh realisme moral (yang mendukung keberadaan kebenaran moral).
Etika
(juga dikenal sebagai filsafat moral) adalah cabang filsafat yang membahas
pertanyaan tentang moralitas. 'Etika' adalah "umum digunakan
bergantian dengan 'moralitas' berarti subjek penelitian ini, dan kadang-kadang
digunakan lebih sempit berarti prinsip-prinsip moral, kelompok individu tradisi
tertentu, atau." Demikian juga , jenis tertentu dari teori-teori etika,
etika terutama deontologis, terkadang membedakan antara 'etika' dan 'moral':
"Meskipun
moralitas orang dan etika mereka jumlah untuk hal yang sama, ada penggunaan
yang membatasi moralitas untuk sistem seperti yang dari Kant, didasarkan pada
gagasan seperti tugas, kewajiban, dan prinsip-prinsip perilaku, sisakan etika
untuk pendekatan yang lebih Aristotelian untuk penalaran praktis, didasarkan
pada gagasan suatu kebajikan, dan umumnya menghindari pemisahan
"moral" pertimbangan dari pertimbangan praktis lainnya.
2.2 Pengertian Korupsi
Korupsi
berasal dari kata latin Corrumpere, Corruptio, atau Corruptus. Arti harfiah
dari kata tersebut adalah penyimpangan dari kesucian (Profanity), tindakan tak
bermoral, kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidakjujuran atau kecurangan.
Dengan demikian korupsi memiliki konotasi adanya tindakan-tindakan hina, fitnah
atau hal-hal buruk lainnya. Bahasa Eropa Barat kemudian mengadopsi kata ini
dengan sedikit modifikasi; Inggris : Corrupt, Corruption; Perancis : Corruption;
Belanda : Korruptie. Dan akhirnya dari bahasa Belanda terdapat penyesuaian
ke istilah Indonesia menjadi : Korupsi.
Kumorotomo
(1992 : 175), berpendapat bahwa “korupsi adalah penyelewengan tanggung jawab
kepada masyarakat, dan secara faktual korupsi dapat berbentuk penggelapan,
kecurangan atau manipulasi”. Lebih lanjut Kumorotomo mengemukakan bahwa korupsi
mempunyai karakteristik sebagai kejahatan yang tidak mengandung kekerasan
(non-violence) dengan melibatkan unsur-unsur tipu muslihat (guile),
ketidakjujuran (deceit) dan penyembunyian suatu kenyataan (concealment).
Selain
pengertian di atas, terdapat pula istilah-istilah yang lebih merujuk kepada
modus operandi tindakan korupsi. Istilah penyogokan (graft), merujuk kepada
pemberian hadiah atau upeti untuk maksud mempengaruhi keputusan orang lain.
Pemerasan (extortion), yang diartikan sebagai permintaan setengah memaksa atas
hadiah-hadiah tersebut dalam pelaksanaan tugas-tugas Negara. Kecuali itu, ada
istilah penggelapan (fraud), untuk menunjuk kepada tindakan pejabat yang
menggunakan dana publik yang mereka urus untuk kepentingan diri sendiri
sehingga harga yang harus dibayar oleh masyarakat menjadi lebih mahal.
Dengan
demikian, korupsi merupakan tindakan yang merugikan dalam bidang apapun baik
secara langsung maupun tidak langsung. Bahkan ditinjau dari berbagai aspek
normatif, korupsi merupakan suatu penyimpangan atau pelanggaran. Di mana norma
soisal, norma hukum maupun norma etika pada umumnya secara tegas menganggap
korupsi sebagai tindakan yang buruk.
2.1.1
Jenis – Jenis Korupsi
Menurut UU. No. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan
sebagai tindak korupsi. Namun secara ringkas tindakan-tindakan itu bisa
dikelompokkan menjadi:
- Kerugian keuntungan Negara
- Suap-menyuap (istilah lain : sogokan atau pelicin)
- Penggelapan dalam jabatan
- Pemerasan
- Perbuatan curang
- Benturan kepentingan dalam pengadaan
- Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah).
Selanjutnya Alatas dkk (Kumorotomo, 1992
: 192-193), mengemukakan ada tujuh jenis korupsi, yaitu :
- Korupsi transaktif (transactive corruption), jenis korupsi ini disebabkan oleh adanya kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan kedua belah pihak dan secara aktif mereka mengusahakan keuntungan tersebut.
- Korupsi yang memeras (extortive corruption), pemerasan adalah korupsi di mana pihak pemberi dipaksa menyerahkan uang suap untuk mencegah kerugian yang sedang mengancam dirinya, kepentingannya atau sesuatu yang berharga baginya.
- Korupsi defensif (defensive corruption), orang yang bertindak menyeleweng karena jika tidak dilakukannya, urusan akan terhambat atau terhenti (perilaku korban korupsi dengan pemerasan, jadi korupsinya dalam rangka mempertahankan diri).
- Korupsi investif (investive corruption), pemberian barang atau jasa tanpa memperoleh keuntungan tertentu, selain keuntungan yang masih dalam angan-angan atau yang dibayangkan akan diperoleh di masa mendatang.
- Korupsi perkerabatan atau nepotisme (nepotistic corruption), jenis korupsi ini meliputi penunjukan secara tidak sah terhadap Sanak-Saudara atau teman dekat untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan. Imbalan yang bertentangan dengan norma dan peraturan itu mungkin dapat berupa uang, fasilitas khusus dan sebagainya.
- Korupsi otogenik (autogenic corruption), bentuk korupsi yang tidak melibatkan orang lain dan pelakunya hanya satu orang saja.
- Korupsi dukungan (supportive corruption), korupsi yang dilakukan untuk melindungi atau memperkuat korupsi yang sudah ada maupun yang akan dilaksanakan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode
penelitian yang digunakan adalah berupa studi kepustakaan dengan cara mengumpulkan
data dari referensi di internet. Data penulisan ini mengunakan data sekunder.
Dimana pengertian Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua).
BAB
IV
PEMBAHASAN
4.1
Penyebab Terjadinya Korupsi
Korupsi
dapat terjadi karena beberapa factor yang mempengaruhi pelaku korupsi itu
sendiri atau yang biasa kita sebut koruptor. Adapun sebab-sebabnya, antara
lain:
- Klasik
a. Ketiadaan
dan kelemahan pemimpin. Ketidakmampuan pemimpin untuk menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya, merupakan peluang bawahan melakukan korupsi. Pemimpin yang
bodoh tidak mungkin mampu melakukan kontrol manajemen lembaganya.kelemahan
pemimpin ini juga termasuk ke leader shipan, artinya, seorang pemimpin yang
tidak memiliki karisma, akan mudah dipermainkan anak buahnya. Leadership
dibutuhkan untuk menumbuhkan rasa takut,ewuh poakewuhdi kalangan staf untuk
melakukan penyimpangan.
b. Kelemahan
pengajaran dan etika. Hal ini terkait dengan system pendidikan dan substansi
pengajaran yang diberikan. Pola pengajaran etika dan moral lebih ditekankan
pada pemahaman teoritis, tanpa disertai dengan bentuk-bentuk
pengimplementasiannya.
c. Kolonialisme
dan penjajahan. Penjajah telah menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang
tergantung, lebih memilih pasrah daripadaberusaha dan senantiasa menempatkan
diri sebagai bawahan.Sementara, dalam pengembangan usaha, mereka lebih
cenderung berlindung di balik kekuasaan (penjajah) dengan melakukan kolusidan
nepotisme. Sifat dan kepribadian inilah yang menyebabkan munculnya
kecenderungan sebagian orang melakukan korupsi.
d. Rendahnya
pendidikan. Masalah ini sering pula sebagai penyebab timbulnya korupsi.
Minimnya ketrampilan, skill, dan kemampuan membuka peluang usaha adalah wujud
rendahnya pendidikan. Dengan berbagai keterbatasan itulah mereka berupaya
mencsri peluang dengan menggunakan kedudukannya untuk memperoleh keuntungan
yangbesar. Yang dimaksud rendahnya pendidikan di sini adalah komitmen terhadap
pendidikan yang dimiliki. Karena pada kenyataannya koruptor
rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang memadai, kemampuan, dan skill.
e. Kemiskinan.
Keinginan yang berlebihan tanpa disertai instropeksi diriatas kemampuan dan
modal yang dimiliki mengantarkan seseorang cenderung melakukan apa saja yang
dapat mengangkat derajatnya.Atas keinginannya yang berlebihan ini, orang akan
menggunakan kesempatan untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya.
f. Tidak
adanya hukuman yang keras, seperti hukuman mati, seumur hidup atau di buang ke
Pulau Nusa kambangan. Hukuman seperti itulah yang diperlukan untuk menuntaskan
tindak korupsi.
g. Kelangkaan
lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi.
2. Modern
a. Rendahnya
Sumber Daya Manusia. Penyebab korupsi yang tergolong modern itu sebagai akibat
rendahnya sumber daya manusia. Kelemahan SDM ada empat komponen, sebagai
berikut:
- Bagian kepala, yakni menyangkut kemampuan seseorang menguasai permasalahan yang berkaitan dengan sains dan knowledge.
- Bagian hati, menyangkut komitmen moral masing-masing komponen bangsa, baik dirinya maupun untuk kepentingan bangsa dan negara, kepentingan dunia usaha, dan kepentingan seluruh umat manusia.komitmen mengandung tanggung jawab untuk melakukan sesuatu hanya yang terbaik dan menguntungkan semua pihak.
- Aspek skill atau keterampilan, yakni kemampuan seseorang dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
- Fisik atau kesehatan. Ini menyangkut kemanpuan seseorang mengemban tanggung jawab yang diberikan. Betapa pun memiliki kemampuan dan komitmen tinggi, tetapi bila tidak ditunjang dengan kesehatan yang prima, tidak mungkin standar dalam mencapai tujuan.
b. Struktur ekonomi pada masa lalu,
struktur ekonomi yang terkait dengan kebijakan ekonomi dan pengembangannya
dilakukan secara bertahap.Sekarang tidak ada konsep itu lagi. Dihapus tanpa ada
penggantinya,sehingga semuanya tidak karuan, tidak dijamin. Jadi, kita terlalu
memporak-perandakan produk lama yang bagus
4.2. Dampak
Korupsi Dalam Kegiatan Bisnis
Dengan
adanya praktek korupsi yang sedang marak terjadi di Indonesia, seperti proses
perizinan usaha sebuah perusahaan yang berbelit-belit dan dengan biaya tinggi
yang tidak pada semestinya dikarenakan ada oknum tertentu dengan sengaja
mengambil sebagian biaya tersebut. Dengan adanya praktek pungutan yang tidak
semestinya, maka hal tersebut, tentunya sangat berdampak pada kegiatan bisnis
dalam suatu perusahaan karena dengan adanya praktek-praktek korupsi oleh
pihak-pihak/oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab ini akan membebankan
perusahaan seperti adanya High Cost sehingga hal tersebut berpengaruh
pula pada harga dari sebuah produk barang atau jasa yang dihasilkan. Hal ini
terjadi karena buruknya mental dan minimnya pemahaman serta kesadaran hukum
pada para pelaku tindak pidana korupsi tersebut. Dan adanya persepsi dari para
pengusaha terjadinya sejumlah kasus korupsi termasuk suap, juga dipicu karena
rumitnya urusan birokrasi yang tidak pro bisnis, sehingga mengakibatkan beban
biaya ekonomi yang tinggi dan inefisiensi waktu.
4.3 Fenomena
Sosial Korupsi dalam Praktik Bisnis Aspek Sosial Politik
Berkaitan
dengan koruhsi yang dilakukan sehubungan dengan kekuasaan yang dimilikinya
melalui aktivitas kegiatan dengan alasan untuk kepentingan politik, banyak
elite politik yang duduk dalam dewan legislatif DPR terlibat korupsi dengan
nuansa bisnis. Contohnya adalah kolusi proyek pembangunan, jasa transportasi
fiktif, perjalanan dinas fiktif, pengadaan barang fiktif, penyimpangan dana
APBN, APBD, mark-up investasi, money politic untuk memperoleh jabatan
pemilihan kades/lurah, pemilihan presiden, gubernur, bupati, walikota.
Pemilihan kepala daerah bahkan sangat kental dengan nuansa korupsi,
dengan money politic, pemberian barang, uang, dan fasilitas.
Fenomena sosial politik dan kekuasaan identik dengan pernyataan sosiolog dan
kriminolog Lord Acton yang menyebutkan "Power Tends to Corrupt,
but Absolute Power Corrupts Absolutely". Artinya, kekuasaan
cenderung korupsi, tetapi kekuasaan yang berlebihan mengakibatkan korupsi yang
berlebihan pula. Dalil tersebut bertumpu pada penyelewengan dan penyalahgunaan
kekuasaan. Realitas perilaku elite politik dewasa ini menunjukkan kebenaran
pernyataan itu (Gunawan, 1993: l5).
-
Aspek Sosial Ekonomi
Kenyataan
yang tidak dapat dimungkiri dan seakan menjadi rahasia umum adalah bahwu
perilaku korupsi dalam praktik bisnis telah begitu menggejala. Peluang para pelaku
bisnis di Indonesia untuk melakukan korupsi begitu terbuka sehingga dapat
memengaruhi kehidupan ekonomi makro, menengah ke bawah, sampai kehidupan
ekonomi mikro. Korupsi yang paling banyak terjadi dalam praktik bisnis
contohnya adalah pengadaan barang dan jasa, yang sekarang telah diatur dengan
Kepres No. 80 Tahun 2003. Perilaku korupsi tersebut mencakup suap (bribery) dengan
cara pemberian komisi, order fee, tip untuk pejabat. Bahkan
sering terjadi korupsi transaktif pada sektor ekonomi makro terutama dalam
praktik korupsi pada investasi dan kasus proyek besar misalnya pertambangan,
kehutanan, bantuan luar negeri, dan perpajakan, yang sangat potensial dengan
manipulasi, kolusi yang merugikan perekonomian dan kekayaan negara, serta
menyebabkan kecilnya APBN. Bahkan yang mengejutkan jumlah korupsi
Indonesia mencapai Rp 444 triliun, melebihi APBN tahun 2003 Rp 370
triliun ( Surga Para Koruptor Jakarta: Penerbit Buku
Kompas hal 145).
-
Aspek Sosial Budaya
Disadari
sementara orang dapat bersekolah atau kuliah karena kolusi, buku-buku pelajaran
dijadikan ajang bisnis. Gaji para guru dan dosen rendah dan sering kali kena potongan.
Ketakberdayaan dalam keterbatasan kesejahteraan ini mendorong para guru mencari
peluang tambahan antara lain dengan korupsi. Selain itu, banyak guru tak jelas
nasibnya, infrastruktur pembangunan pendidikan, terutama gedung sekolah, banyak
yang rusak dan tidak memenuhi standar teknis (spectic, bestec), sehingga
sektor pendidikan menjadi mahal karena nuansa korupsi. Sektor keagamaan juga
tak lepas dari praktik korupsi. Bidang keagamaan, khususnya bagian pelaksanaan
administrasi, merupakan ladang subur munculnya berbagai pungutan dengan alasan
keikhlasan dan amal sedekah untuk kepenringan pribadi atau orang lain. Tenru
saja hal ini adalah tindakan amoral karena tergolong korupsi
(Wintolo, 2004: 11).
BAB
V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Korupsi
adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan
negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi
dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek
penggunaan uang yang bukan haknya untuk kepentingannya. Adapun penyebabnya
antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika,
kolonialisme, penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman
yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya
sumber daya manusia, serta struktur ekonomi. Korupsi dapat diklasifikasikan
menjadi tiga jenis, yaitu bentuk, sifat,dan tujuan. Dampak korupsi dalam bidang
bisnis diantaranya akan membebankan perusahaan seperti adanya High
Cost sehingga hal tersebut berpengaruh pula pada harga dari sebuah produk
barang atau jasa yang dihasilkan.
5.2
Saran
Dalam
penulisan ini penulis memberikan saran yaitu perlu adanya peningkatan
moral dari tiap individu sehingga tidak hanya mementingkan kepentingan
masing-masing namun juga mempertimbangkan kepentingan perusahaan dengan segala
aspeknya. Peningkatan moral bisa dilakukan sejak dini dengan pendidikan anti
korupsi sejak kecil dan mencoba untuk tidak melakukan korupsi dalam hal-hal kecil.
Daftar
Pustaka
Afandi,
Rizki. 2013. “Moralitas Koputor Tugas 4”. Dalam : http://rizkiafandi.blogspot.com/2013/12/moralitas-koruptor-tugas-4.html
Nugroho,
Eri Cahyo. 2013. “Moralitas Koruptor”. Dalam : http://tulisantulisannugroho.blogspot.com/2013/12/moralitas-koruptor.html