STUDI KASUS :
KEADILAN KONSUMEN TERHADAP KASUS KARTEL PADA 6 PERUSAHAAN SELULAR DI INDONESIA
ABSTRAK
Yunan
Wardana, 17211658
Dalam masyarakat acap kali ada anggapan bahwa
bisnis tidak mempunyai hubungan dengan etika atau moralitas, Richard De Groge
menyebut pandangan ini sebagai “the myth of amoral bussines” (K.
Bartens, 2003;376). Berdasarkan pandangan yang keliru ini, pelaku usaha akan
menghalalkan berbagai cara untuk memperoleh keuntungan. Salah satu bentuk
perilaku bisnis yang hanya mementingkan profit tanpa memperdulikan hak-hak
masyarakat sebagai konsumen adalah kasus penetapan harga (price fixing)
sms yang dilakukan oleh 6 Operator telepon seluluer di Indonesia.
Ke-6 operator seluler berdasarkan Putusan KPPU
telah mendapatkan sanksi denda sejumlah RP. 52 milyar rupiah kepada Negara
karena telah terbukti melakukan kartel dalam bentuk perjanjian penetapan harga,
tetapi terkait perlindungan konsumen, sampai saat ini, hak konsumen untuk
mendapatkan ganti kerugiaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 19 ayat
(1),(2),(3) UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan konsumen belum dipenuhi
oleh pelaku usaha.
PENDAHULUAN
Tuntutan zaman yang semakin canggih, menyebabkan
terjadinya perubahan paradigma dalam masyarakat. Telepon seluler yang semula
hanya berfungsi sebagai gaya hidup kini berubah menjadi kebutuhan pokok. Salah
satu fasilitas pokok yang melekat pada ponsel adalah short message
service (sms). Tingginya permintaan masyarakat terhadap kebutuhan
telekomunikasi murah menyebabkan pelaku usaha berlomba-lomba untuk memperoleh
keuntungan dengan memanfaatkan animo masyarakat menggunakan layanan sms.
Dalam masyarakat acap kali ada anggapan bahwa
bisnis tidak mempunyai hubungan dengan etika atau moralitas, Richard De Groge
menyebut pandangan ini sebagai “the myth of amoral bussines” (K.
Bartens, 2003;376). Berdasarkan pandangan yang keliru ini, pelaku
usaha akan menghalalkan berbagai cara untuk memperoleh keuntungan. Salah satu
bentuk perilaku bisnis yang hanya mementingkan profit tanpa memperdulikan
hak-hak masyarakat sebagai konsumen adalah kasus penetapan harga (price
fixing) sms yang dilakukan oleh 6 Operator telepon seluluer di Indonesia.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka masalah pokok yang hendak
didiskripsikan adalah:
“Bagaimana
bentuk pelanggaran keadilan dalam berbisnis yang dilakukan 6 operator selular
di Indonesia, dan bentuk penyelesaiannya terhadap konsumen”
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui bentuk pelanggaran terhadap keadilan konsumen yang dilakukan oleh 6
operator selular dan cara penyelesaiannya.
LANDASAN TEORI
Paham Tradisional mengenai Keadilan
- Keadilan Legal : Semua orang atau kelompok masyarakat diperlakukan secara sama oleh negara berdasarkan hukum yang berlaku dan semua pihak dijamin untuk mendapat perlakuan yang sama sesuai dengan hukum yang berlaku.
- Keadilan Komutatif : Keadilan ini mengatur hubungan yang adil dan fair antara orang yang satu dan yang lain atau warga negara yang satu dengan warga negara yang lain. Keadilan ini menuntut agar dalam interaksi sosial antara warga yang satu dengan warga yang lain tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya.
- Keadilan Distributif : Atau Keadilan Ekonomi adalah distributif ekonomi yang merata yang dianggap adil bagi semua warga negara, yang menyangkut pembagian kekayaan ekonomi atau hasil-hasil pembangunan. Keadilan distributif memiliki relevansi dalam dunia bisnis, khususnya dalam perusahaan, setiap karyawan harus digaji sesuai dengan prestasi, tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Pembagian
Keadilan
Prof. Dr. Kees Bertens, MSC
(2000:88-92), mengungkapkan beberapa pembagian keadilan, yaitu sebagai berikut
- Pembagian Klasik : Pembagian ini disebut klasik karena mempunyai tradisi yang panjang. Cara membagi keadilan ini terutama ditemukan dalam kalangan thomisme, aliran filsafat yang mengikuti jejak filsuf dan teolog besar, Thomas Aquinas (1225-1274). Tiga macam keadilan ini masing-masing terdiri atas :
- Keadilan umum (general justice), berdasarkan keadilan ini para anggota masyarakat diwajibkan untuk memberi kepada masyarakat (secara konkret berarti : negara) apa yang menjadi haknya. Keadilan umum ini menyajikan landasan untuk paham common good(kebaikan umum atau kebaikan bersama).
- Keadilan distributif (distributive justice), berdasarkan keadilan ini negara (secara konkret berarti : pemerintah) harus membagi segalanya dengan cara yang sama kepada para anggota masyarakat.
- Keadilan komutatif (commutative justice), berdasarkan keadilan ini setiap orang harus memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya. Hal itu berlaku pada taraf individual maupun sosial.
- Pembagian Pengarang Modern
- Keadilan distributif (distributive justice) : dimengerti dengan cara yang sama seperti dalam pembagian klasik tadi. Benefits and burdens, hal-hal yang enak untuk didapat maupun hal-hal yang menuntut pengorbanan, harus dibagi dengan adil.
- Keadilan retributif (retributif justice) : berkaitan dengan terjadinya kesalahan. Hukuman atau denda yang diberikan kepada orang yang bersalah haruslah bersifat adil.
- Keadilan kompensatoris (compensatory justice), menyangkut juga kesalahan yang dilakukan, tetapi menurut aspek lain. Berdasarkan keadilan ini orang mempunyai kewajiban moral untuk memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada orang atau instansi yang dirugikan.
- Keadilan Individual dan Keadilan Sosial : Bagi kita di negara berideologi pancasila, keadilan sosial tentu mempunyai makna sendiri. Dalam rangka teori keadilan, pengertian keadilan sosial sering dipersoalkan dan diliputi ketidakjelasan cukup besar. Ada yang menganggap keadilan sosial sebagai nama lain untuk keadilan distributif. Filsuf dan ekonom Austria-Amerika, F.A. Von Hayek yang menjadi pemegang hadiah Nobel Ekonomi 1974, menolak istilah keadilan sosial dengan cara sangat keras. Keadilan sosial tidak terlaksana, kalau struktur - struktur masyarakat tidak memungkinkan. Pada kenyataannya masalah keadilan sosial terutama tampak dalam bentuk negatifnya sebagai ketidakadilan sosial. Baru jika struktur-struktur masyarakat tidak menghasilkan keadaan yang adil, dirasakan adanya masalah keadilan sosial.
Konsep Keadilan
Abdulkarim mengungkapkan 3 teori mengenai
keadilan yang terdiri atas :
- Teori Keadilan Menurut Aristoteles
- Keadilan komutatif, merupakan perlakuan terhadap seseorang dengan tidak melihat jasa-jasa yang telah diberikannya. Prinsip komutatif menurut Adam Smith
- Prinsip No Harm, yaitu prinsip tidak merugikan orang lain, khususnya tidak merugikan hak dan kepentingan orang lain.
- Prinsip Non – Intervention, yaitu prinsip tidak ikut campur tangan. Prinsip ini menuntut agar demi jaminan dan penghargaan atas hak dan kepentingan setiap orang, tidak seorangpun diperkenankan untuk ikut campur tangan dalam kehidupan dan kegiatan orang lain.
- Prinsip Keadilan Tukar, atau prinsip pertukaran dagang yang fair, terutama terwujud dan terungkap dalam mekanisme harga pasar.
- Keadilan distributif, merupakan perlakuan terhadap seseorang sesuai dengan jasa-jasa yang telah diberikannya.
- Keadilan kodrat alam, merupakan memberi sesuatu sesuai dengan yang diberikan oleh orang lain kepada kita.
- Keadilan konvensional, merupakan jika seorang warga negara telah menaati segala peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan.
- Keadilan perbaikan, adalah jika seseorang telah berusaha memulihkan nama baik orang lain yang telah tercemar.
- Teori Keadilan Menurut Plato
- Keadilan moral, adalah suatu perbuatan dapat dikatakan adil secara moral apabila telah mampu memberikan perlakuan yang seimbang (selaras) antara hak dan kewajibannya.
- Keadilan prosedural, merupakan suatu perbuatan dikatakan adil secara prosedural jika seseorang telah mampu melaksanakan perbuatan adil berdasarkan tata cara yang telah ditetapkan.
- Teori Keadilan Menurut Thomas Hobbes : Menurut Thomas Hobbes, suatu perbuatan dikatakan adil apabila telah didasarkan pada perjanjian-perjanjian tertentu. Artinya seseorang yang berbuat berdasarkan perjanjian yang disepakatinya bisa dikatakan adil.
Prinsip-Prinsip Keadilan Distributif Rawls
- . Prinsip Kebebasan Yang SamaSetiap orang hrs mempunyai hak yang sma atas sistem kebebasan dasar yang sama yang paling luas sesuai dengan sistem kebebasan serupa bagi semua. Keadilan menuntut agar semua orang diakui, dihargai, dan dijamin haknya atas kebebasan secara sama.
- Prinsip Perbedaan (Difference Principle) Bahwa ketidaksamaan sosial dan ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga ketidaksamaan tersebut :
- Menguntungkan mereka yang paling kurang beruntung, dan
- Sesuai dengan tugas dan kedudukan yang terbuka bagi semua di bawah kondisi persamaan kesempatan yang sama.
Pengertian Kartel
Salah
satu bentuk persaingan usaha tidak sehat yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha
untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya adalah dengan melakukan
kartel. Dalam Black’s Law Dictionary, kartel diterjemahkan sebagai suatu
kerjasama dari produsen-produsen produk tertentu yang bertujuan untuk mengawasi
produksi, penjualan dan harga, dan untuk melakukan monopoli terhadap komunitas
atau industri tertentu (Fuady,1999:63). Sebagaimana disebutkan dalam ketentuan
Pasal 11 UU No. 5 tahun 1999, tujuan dari kartel adalah untuk mempengaruhi
harga yang dilakukan dengan jalan mengatur produksi dan/atau pemasaran barang
dan/ atau jasa tertentu. Salah satu bentuk kartel yang paling nyata dalam kasus
ini adalah perjanjian penetapan harga (price fixing).
Larangan terhadap perjanjian
penetapan harga (price fixing) diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dan
(2) UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat. Dalam ketentuan tersebut diatur bahwa pelaku usaha dilarang untuk
mengadakan perjanjian dengan pesaingnya untuk menetapkan harga barang atau jasa
yang harus dibayarkan oleh konsumen.
Dampak dari adanya kartel sms adalah
kerugian konsumen secara materiil maupun immateriel. Saat ini, peraturan
perudang-undangan yang menjadi dasar hukum perlindungan konsumen adalah UU No.
8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Sebelum disahkanya UU No. 8 Tahun
1999, perlindungan konsumen tersebar dalam berbagai peraturan
perundang-undangan di Indonesia.
Dalam Ketentuan Umum UU No. 8 Tahun
1999, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “konsumen adalah setiap orang
pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan”.
Dalam ketentuan Pasal 4 disebutkan bahwa hak
konsumen adalah :
- hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
- hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
- hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
- hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
- hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
- hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
- hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
- hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
- hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Dalam ketentuan Pasal 5 UU No. 8 Tahun 1999 juga
disebutkan bahwa Kewajiban konsumen adalah:
- membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
- beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
- membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
- mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Selain mengatur hak dan kewajiban konsumen, UU
No. 8 Tahun 1999 juga mengatur tentang hak dan kewajiban pelaku usaha. Dalam
Ketentuan Umum dijelaskan bahwa, yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah “setiap
orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun
bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama
melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi”.
UU No. 8 Tahun 1999 dalam melindungi konsumen
berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen,
serta kepastian hukum. Dalam Penjelasan Umum UU No. 8 Tahun 1999 dijelaskan
bahwa yang dimaksud dengan:
- Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
- Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
- Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.
- Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
- Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode
study kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan informasi yang didapat melalui
sumber-sumber buku yang membahas tentang etika keadilan dalam berbisnis. Data yang
diperoleh merupakan data sekuder dimana data sekunder adalah data yang
diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada
(peneliti sebagai tangan kedua).
PEMBAHASAN
Penetapan harga yang dilakukan oleh PT.
Excelcomindo Pratama,Tbk., PT Telekomunikasi Selular, Tbk., PT Telekomunikasi
Indonesia, Tbk., PT. Bakrie Telecom, Tbk., PT. Mobile-8 Telecom, Tbk., PT.
Smart Telecom, Tbk., telah merugikan masyarakat sebagai konsumen dengan jumlah
kerugian mencapai Rp 2.827.700.000.000 (Putusan Perkara Nomor: 26/KPPU-L/2007).
Ke-6 operator seluler berdasarkan Putusan KPPU
telah mendapatkan sanksi denda sejumlah RP. 52 milyar rupiah kepada Negara
karena telah terbukti melakukan kartel dalam bentuk perjanjian penetapan harga,
tetapi terkait perlindungan konsumen, sampai saat ini, hak konsumen untuk
mendapatkan ganti kerugiaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 19 ayat
(1),(2),(3) UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan konsumen belum dipenuhi
oleh pelaku usaha.
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dikaji
bagaimanakah keadilan bagi konsumen yang dirugikan pada kartel sms yang
dilakukan oleh 6 operator seluler tersebut.
Kajian Tentang Price Fixing
Salah satu fitur layanan yang paling
populer bagi konsumen pengguna telpon seluler adalah short message
service (sms). Tujuan awal dari fitur sms adalah memberikan kemudahan
layanan bagi konsumen untuk berkomunikasi dengan biaya yang relatif lebih murah
dibandingkan dengan layanan panggilan. Pada tahun 2007, masyarakat sebagai
konsumen pengguna jasa sms, dikejutkan dengan temuan KPPU yang menduga adanya
kecurangan yang dilakukan oleh beberapa operator seluler di Indonesia.
Dalam proses pemeriksaan, terungkap
bahwa ternyata ada kesepakatan tertulis yang ditandatangani oleh beberapa
operator seluler mengenai penetapan tarif sms (price fixing).
Dalam dunia usaha memang banyak ditemukan perjanjian-perjanjian dan
kegiatan-kegiatan usaha yang mengandung unsur-unsur ketidakadilan terhadap pihak
yang ekonomi atau sosialnya lebih lemah dengan dalih pemeliharaan persaingan
usaha yang sehat.
Akibat perjanjian penetapan harga
yang dilakukan oleh ke-6 Operator seluler tersebut, konsumen mengalami
kerugian berupa hilangnya kesempatan untuk memperoleh harga sms yang lebih
rendah, konsumen kehilangan kesempatan untuk memperoleh sms yang lebih banyak
dengan harga yang sama, serta terbatasnya aternatif pilihan bagi konsumen pada
periode 2004 sampai dengan April 2008. Beberapa hak konsumen yang telah
dilanggar oleh operator sebagai pelaku usaha sebagaimana diatur dalam ketentuan
Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 adalah :
- hak konsumen untuk memilih barang/jasa sesuai dengan nilai tukarnya
- hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur
- hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur
- hak untuk mendapat konspensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan jasa yang diterima tidak sebagaimana mestinya
- hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengeketa perlidungan kosumen secara patut
KESIMPULAN
Terkait kasus kartel sms yang dilakukan oleh 6
operator seluler di Indonesia yang telah merugikan konsumen, terjadi tindakan
monopoli (Price Fixing), yang
menyebabkan kerugian pada masyarakat. Hal ini telah melanggar Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Serta Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen.
SARAN
- Penyelesaian sengketa diluar pengadilan
- Penyelesaian sengketa secara damai oleh para pihak sendiri, konsumen, dan pelaku usaha/produsen
- Penyesaian sengketa melalui BPSK
- Penyelesaian sengketa melalui pengadilan
DAFTAR PUSTAKA
- Abdulkarim, Aim. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas. Grafindo : Media Pratama
- Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta : Kanisius
- Monalisa, Noviana. 2011. Keadilan bagi Konsumen pada Kasus Kartel SMS 6 Operator Seluler di Indonesia. Dalam blognya : http://yudicare.wordpress.com/2011/03/17/157/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar