Pages

FORZA JUVE !

FORZA JUVE !

Jumat, 06 Juni 2014

A K U


Judul
AKU
Berdasarkan Perjalanan Hidup dan Penyair Chairil Anwar
Pengarang
Sjuman Djaya
Penerbit
PT. Metafor Intermedia Indonesia
Jl. Arteri Pondok Indah No. 1 Jakarta 12310
Cetakan
Kedua, Tahun 2003
Cetakan Pertama
1987
Tebal Buku
xii + 155 hlm
Ukuran Buku
19, 7 cm
Harga Buku
 --


Bom atom pertama meledak di kota Hiroshima.
Langit berselaput awan cendawan berbisa.
Ketika memburai awan ini, bumi laksana ditimpa hujan salju yang ganas.
Gedung-gedung beton runtuh.
Aspal-aspal jalan terbakar menyala.
Bumi retak-retak berdebu, di segala penjuru.
Dan beribu tubuh manusia meleleh, tewas atau terluka.

Seekor kuda paling binal,
berbulu putih dan berambut kuduk tergerai,
berlari di pusat kota jakarta.
Tidak peduli pada yang ada,
sekelilingnya juga tidak pada manusia.

Dia merengkik alangkah dahsyatnya,
menampak dan menyepak alangkah merdekanya.
Dunia ini seolah cuma menjadi miliknya!
Dan sekaligus seolah dia bicara:

                                kalau sampai waktuku
                                kumau tak seorangkan merayu
                                tidak juga kau
                                tak perlu sedu sedan itu
                                aku ini binatang jalang
                                dari kumpulannya terbuang
                                  
Gaung suara ini
seolah membelah langit,
membelah bumi.

Membelah juga rel kereta api
di pinggir kota.

Akhirnya juga membelah
peron stasiun yang
berpagar kawat duri.

Tapi sang kuda binal
melompat tidak peduli.
Sepotong ujung kawat duri
menggores perut
menggores paha juga.
Darah segar menyembeur keluar.
Membuat noktah-noktah merah
di bulunya yang putih.
Tapi dia Cuma menengadah ke udara,
dan meringkik lagi:

                                biar peluru menembus kulitku
                                aku tetap meradang menerjang
                                luka dan bisa kubawa berlari,
                                berlari
                                hingga hilang pedih peri…

Sampai juga sang kuda melayang
di atas gerbong kereta dan gubuk-buguk liar,
gerbong dan gubuk busuk,
milik perempuan-perempuan berdaki.

Meneteslah darah segar,
ketika kuda melayang di atas sana.
Dan jatuh menimpa
sebuah wajah dari:

Lelaki kurus berambut panjang,
bermata cekung tapi tajam,
berdada telanjang dan kurus bertulang-tulang.
Tapi dialah lelaki resah,
berwajah gelsah dan mata merah.
Lelaki yang baru saja keluar dari pintu reot
sebuah gubuk yang basah.

Lelaki itu terkejut seketika,
memandang langit sambil mengusap mukanya.

Dia cuma menemukanlanit kosong
di ujung-ujung atap gubuk yang menyesak.
Langit yang kerut-merut  tanpa cahaya.

Sedang di kejauhan,
masih tinggal tersisa
sepotong ringkikan sang kuda:

                                dan aku akan lebih tidak peduli
                                aku mau hidup
                                seribu tahun lagi!


...


Chairil Anwar, ternyata berada di sebuah ruang interogasi, pada sebuah penjara milik KenpeTai. Tubuh yang kerempeng itu di telanjangi oleh dua prajurit Jepang, sementara seorang opsir Nampak berdiri agak jauh menyaksikan. Opsir ini pernah kita lihat di studio pusara pimpinan Sudjojono, bernama Shimitshu.

Salah seorang prajurit kelihatan membentak sambil menghajar muka Chairil sampai terlempar melayang membentur dinding jeruji besi dan jatuh. Prajurit lain mencekal tangannya dan berusaha mengangkat tegak. Tapi Chairil menolak, bahkan membentak:

“Hayuh, pukul lagi! Kita lihat, siapa lebih dulu menyerah pada kebinatangan ini!”

Dan memang prajurit yang tangannya dikibaskan tadi jadi penasaran dan menendang dengan sepatunya ke arah muka Chairil yang sedang berusaha tegak berdiri. Chairil kembali terpelanting, tapi dia segera tegak dan maju ke depan prajurit pertama sambil kembali menghardiknya:

“Biar peluru menembus kulitku sekalipun, aku akan tetap menerjang! –

(Chairil berdarah mulutnya dan tertawa menyeringai ke arah Opsir Shimitsu)

–  Aku bilang, luka dan bisa ini akan kubawa berlari bersama jutaan rakyat di seluruh Asia Timur Raya ini. Sampai hilang pedih peri! Dan kamu mampus di ujung pedang yang kamu asah sendiri! Kawan-kawan, mari kita ayun pedang, ke dunia terang!”

...

Ternyata perempuan itu memasuki halaman yang cukup besar di kampong itu. Chairil ikut masuk, dan perempuan kembali menyerbu dengan sengitnya:

“Sudah, sampai sini saja, kamu! Berani masuk, aku panggilkan ayahku!”

Habis menyembur itu Perempuan terus berlari masuk ke dalam rumah. Tapi sebelumnya Chairil sempat menyahuti:

“Ah, akan sia-sia sekali kalau aku sampai tidak jumpa ayahmu!”

Chairil terus naik ke teras depan dan duduk di kursi tamu yang ada di sana. Tenang saja.

2 komentar:

  1. Ah gajelas nih artikel

    BalasHapus
  2. artikel ini hanya ringkasan, silahkan baca bukunya agar lebih lengkap dan mengerti ^_^b

    BalasHapus