Berdasarkan Perjalanan Hidup dan Karya Penyair Chairil Anwar
IDENTITAS BUKU
Judul
|
AKU
Berdasarkan
Perjalanan Hidup dan Penyair Chairil Anwar
|
Pengarang
|
Sjuman
Djaya
|
Penerbit
|
PT.
Metafor Intermedia Indonesia
Jl.
Arteri Pondok Indah No. 1 Jakarta 12310
|
Cetakan
|
Kedua,
Tahun 2003
|
Cetakan
Pertama
|
1987
|
Tebal
Buku
|
xii
+ 155 hlm
|
Ukuran
Buku
|
19,
7 cm
|
Harga
Buku
|
KEPENGARANGAN
Sjuman Djaya lahir di Purworejo, 5 Agustus 1934
yang merasa lebih sebagai “Anak Betawi” bercita-cita ingin menjadi penerbang. Tetapi,
bakat membawa Sjuman menjadi pemain sandiwara, penulis sajak, dan crita pendek.
Ia kemudian dikenal sebagai anggota “Seniman Senen”. Cuma sekita 16 karya lahir
selama 14 tahun karir perfilmannya. Secara jumlah mungkin kecil, tetapi dengan
jumlah itulah Sjuman Djaya hampir selalu meraih piala citra pada setiap
kehadirannya dalam Festival Film Indonesia (FFI). Dan dari jumlah itu pula ia
berhasil mengangkat dirinya menjadi seorang di antara segelintir sutradara Indonesia
yang tidak dapat didikte oleh produser film.
Film-film yang lahir dari bung Sjuman – begitu panggilan
akrabnya – memang melekat dengan “realita sosial” itu. Misalnya: Si Doel Anak Betawi dan Si Mamad (1973), Laila Majenun (1975), Si Doel
Anak Modern (1976), Kabut Sutra Ungu
(1979), Bukan Sandiwara (1980), Kartini (1982), Budak Nafsu (1983), dan Kerikil-Kerikil
Tajam (1984). Film terakhirnya, Opera Jakarta, yang dibintangi istrinya,
Zoraya Perucha, belum sempet terselesaikan ketika Sjuman meninggal 19 Juli
1985.
SINOPSIS
Bom atom pertama
meledak di kota Hiroshima.
Langit berselaput
awan cendawan berbisa.
Ketika
memburai awan ini, bumi laksana ditimpa hujan salju yang ganas.
Gedung-gedung
beton runtuh.
Aspal-aspal
jalan terbakar menyala.
Bumi
retak-retak berdebu, di segala penjuru.
Dan beribu
tubuh manusia meleleh, tewas atau terluka.
...
Bukan
kematian benar menusuk kalbu
Keridlaanmu
menerima segala tiba
Tak kutahu
setinggi atas debu
Dan duka
maha tuan bertahta…
Narasi dari sajak diatas, gaungnya sampai di
mana-mana, karena sajak ini tercetak sudah dalam sebuah majalah yang dikelola
oleh penerbit “Balai Pustaka”.
Seluruh redaksi majalah seni, seluruh seniman dari
segala kategori, secara berantai membaca beberapa potong sajak yang terasa
bernafas baru, hangat, kuat, kental, dan sangat bersemangat, dari seorang
penyair yang sama sekali beluM dikenal,. yang menyebut dirinya dengan nama: CHAIRIL ANWAR
...
Aku!
Kalau sampai
waktuku
Kumau tak
seorang kan merayu
Tidak juga
kau
Tak perlu
sedu sedan itu
Aku ini
binatang jalang
Dari kumpulannya
terbuang
Biar peluru
menembus kulitku
Aku tetap
meradang menerjang
Luka dan
bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang
pedih perih
Dan aku akan
lebih tidak peduli
Aku mau
hidup seribu tahun lagi.
“AKU” sebuah buku yang di skenaroi dan sutradarai oleh
Sjuman Djaya yang mengisahkan perjalanan dan karya-karya penyair Chairil Anwar,
seorang seniman yang tidak pernah dihargai oleh para kritikus karena dianggap
sebagai seniman yang bombastis, liar, dan penyair yang merusak nilai sastra dengan
bahasa yang lugas tanpa di hias-hias.
Buku
ini berskenario tentang perjalanan penyair Chairil Anwar dari masa-masa
kecil bersama ibu dan neneknya, ketika beranjak menjadi pemuda liar, menciptakan
sajak-sajak liar yang lepas dari unsur sastra. Ia memulai karirnya pada masa penjajahan Jepang yang sumpek dan penuh tekanan. Tetapi ia bisa mengatasi kesulitan lingkungan hidup saat itu dan menciptakan lingkungan kreatifnya sendiri dan sempat angkat senjata
berjuang melawan penjajah Jepang, hingga pembuktian kedewasaan melalui kisah
cinta romantis bersama wanita-wanita yang pernah hidup dengannya.
Panorama dunia seni sastra Indonesia segera
berubah setelah Chairil Anwar hadir dengan karya-karyanya. Ia membuka kesadaran
pada seniman sezamannya dan sesudah zamannya. Mereka mulai melihat kemungkinan
yang lebih luas untuk perkembangan kepribadian dan gaya kesenian yang baru.
Tidak mengherankan apabila Sjuman Djaya tertarik
menuliskan skenario tentang hidup Chairil Anwar . ia menganggap bahwa setiap kenangan
akan kehadiran sang penyair dan setiap pembacaan kembali sajak-sajaknya akan
selalu menunggah dinamika di dalam kehidupan.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BUKU
Kelebihan
- Buku ini memuat kisah perjalanan Chairil Anwar sebagai pelaku utama. Senang, sedih, angkuh, dan marah sang penyair diungkapkannya secara apik dalam buku ini.
- Sajak-sajak Chairil Anwar yang sederhana tanpa hiasan dan skenario dari Sjuman Djaya di kemas secara baik dalam buku ini
- Bagi penikmat sajak dari sang penyair Chairil Anwar, buku ini layak dijadikan referensi bacaan karena buku ini memuat sajak Chairil Anwar yang terlah di skenariokan oleh Sjuman Djaya.
Kelemahan
- Buku ini dinilai terlalu subjektif, terutama terlalu menonjolkan sisi positif dari Chairil Anwar.
- Bagi para pembaca “awam” dalam sastra, perlu dibaca berulang agar lebih mengerti isi dari buku ini.
SARAN
Buku
ini cukup menarik ini sehingga tidak perlu banyak ada hal yang ditambahkan
lagi. Tetapi mungkin lebih dibuat percetakan ulangnya, karena buku ini cukup
sulit untuk ditemukan saat ini agar dapat memperkenalkan sosok sang penyair –
Chairi Anwar – kepada penyuka sastra di generasi berikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar